Monday, June 29, 2020

Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Perioda Dalam Sistem Periodik


Periode Pertama
Hidrogen hanya memiliki satu elektron pada orbital 1s, kita dapat menuliskannya dengan 1s1 dan helium memiliki dua elektron pada orbital 1s sehingga dapat dituliskan dengan 1s2
Periode kedua
Sekarang kita masuk ke level kedua, yaitu periode kedua. Elektron litium memenuhi orbital 2s karena orbital ini memiliki energi yang lebih rendah daripada orbital 2p. Litium memiliki konfigurasi elektron 1s22s1. Berilium memiliki elektron kedua pada level yang sama – 1s22s2.
Sekarang kita mulai mengisi level 2p. Pada level ini seluruhnya memiliki energi yang sama, sehingga elektron akan menempati tiap orbital satu persatu.
B1s22s22px1
C1s22s22px12py 1
N1s22s22px12py 12pz1
Elektron selanjutnya akan membentuk sebuah pasangan dengan elektron tunggal yang sebelumnya menempati orbital.
O1s22s22px22p y12pz1
F1s22s22px22py 22pz1
Ne 1s22s22px22py 22pz2
Kita dapat melihat di sini bahwa semakin banyak jumlah elektron, semakin merepotkan bagi kita untuk menuliskan struktur elektron secara lengkap. Ada dua cara penulisan untuk mengatasi hal ini dan kita harus terbiasa dengan kedua cara ini.
Cara singkat pertama : Seluruh variasi orbital p dapat dituliskan secara bertumpuk. Sebagai contoh, flor dapat ditulis sebagai 1s22s22p5, dan neon sebagai 1s22s22p6.
Penulisan ini biasa dilakukan jika elektron berada dalam kulit dalam. Jika elektron berada dalam keadaan berikatan (di mana elektron berada di luar atom), terkadang ditulis dalam cara singkat, terkadang dengan cara penuh.
Sebagai contoh, walaupun kita belum membahas konfigurasi elektron dari klor, kita dapat menuliskannya sebagai 1s22s22p63s23px23p y23pz1.
Perhatikan bahwa elektron-elektron pada orbital 2p bertumpuk satu sama lain sementara orbital 3p dituliskan secara penuh. Sesungguhnya elektron-elektron pada orbital 3p terlibat dalam pembentukan ikatan karena berada pada kulit terluar dari atom, sementara elektron-elektron pada 2p terbenam jauh di dalam atom dan hampir bisa dikatakan tidak berperan sama sekali.
Cara singkat kedua : Kita dapat menumpukkan seluruh elektron-elektron terdalam dengan menggunakan, sebagai contoh, simbol [Ne]. Di dalam konteks ini, [Ne] berarti konfigurasi elektron dari atom neon -dengan kata lain 1s22s22px22py22p z2.
Berdasarkan cara di atas kita dapat menuliskan konfigurasi elektron klor dengan [Ne]3s23px23py23pz 1.
Periode ketiga
Mulai dari neon, seluruh orbital tingkat kedua telah dipenuhi elekton, selanjutnya kita harus memulai dari natrium pada periode ketiga. Cara pengisiannya sama dengan periode-periode sebelumnya, kecuali adalah sekarang semuanya berlangsung pada periode ketiga.
Sebagai contoh :

Permulaan periode keempat
Sampai saat ini kita belum mengisi orbital tingkat 3 sampai penuh – tingkat 3d belum kita gunakan. Tetapi kalau kita melihat kembali tingkat energi orbital-orbital, kita dapat melihat bahwa setelah 3p energi orbital terendah adalah 4s – oleh karena itu elektron mengisinya terlebih dahulu.
Bukti kuat tentang hal ini ialah bahwa elemen seperti natrium ( 1s22s22p63s1 ) dan kalium ( 1s22s22p63s23p64s 1 ) memiliki sifat kimia yang mirip.
Elektron terluar menentukan sifat dari suatu elemen. Sifat keduanya tidak akan mirip bila konfigurasi elektron terluar dari kalium adalah 3d1.
UNSUR GOLONGAN A ( UTAMA) ( BLOK S dan P)
Elemen-elemen pada golongan 1 dari tabel periodik memiliki konfigurasi elektron terluar ns1(dimana n merupakan nomor antara 2 sampai 7). Seluruh elemen pada golongan 2 memiliki konfigurasi elektron terluar ns2. Elemen-elemen di grup 1 dan 2 dideskripsikan sebagai elemen-elemen blok s.
Elemen-elemen dari golongan 3 seterusnya hingga gas mulia memiliki elektron terluar pada orbital p. Oleh karenanya, dideskripsikan dengan elemen-elemen blok p.
UNSUR GOLONGAN (B) TRANSISI ( Blok d )
Perhatikan bahwa orbital 4s memiliki energi lebih rendah dibandingkan dengan orbital 3d sehingga orbital 4s terisi lebih dahulu. Setelah orbital 3d terisi, elektron selanjutnya akan mengisi orbital 4p.
Elemen-elemen pada blok d adalah elemen di mana elektron terakhir dari orbitalnya berada pada orbital d. Periode pertama dari blok d terdiri dari elemen dari skandium hingga seng, yang umumnya kita sebut dengan elemen transisi atau logam transisi. Istilah “elemen transisi” dan “elemen blok d” sebenarnya tidaklah memiliki arti yang sama, tetapi dalam perihal ini tidaklah menjadi suatu masalah.
Elektron d hampir selalu dideskripsikan sebagai, sebagai contoh, d5 atau d8 – dan bukan ditulis dalam orbital yang terpisah-pisah. Perhatikan bahwa ada 5 orbital d, dan elektron akan menempati orbital sendiri sejauh ia mungkin. Setelah 5 elektron menempati orbital sendiri-sendiri barulah elektron selanjutnya berpasangan.
Perhatikan bentuk pengisian orbital pada level 3, terutama pada pengisian atom 3d setelah 4s.
Perhatikan bahwa kromium tidak mengikuti keteraturan yang berlaku. Pada kromium elektron-elektron pada orbital 3d dan 4s ditempati oleh satu elektron. Memang, mudah untuk diingat jikalau keteraturan ini tidak berantakan – tapi sayangnya tidak !
Mn1s22s22p63s23p6 3d54s2(kembali ke keteraturan semula)
Fe1s22s22p63s23p6 3d64s2
Co1s22s22p63s23p6 3d74s2
Ni1s22s22p63s23p6 3d84s2    Cu 1s22s22p63s23p6 3d104s(perhatikan!)
Zn1s22s22p63s23p6 3d104s2
Pada elemen seng proses pengisian orbital d selesai.
Pengisian sisa periode 4
Orbital selanjutnya adalah 4p, yang pengisiannya sama seperti 2p atau 3p. Kita sekarang kembali ke elemen dari galium hingga kripton. Sebagai contoh, Brom, memilki konfigurasi elektron 1s22s22p63s23p63d104s 24px24py24pz1.
 Rangkuman
Menuliskan konfigurasi elektron dari hidrogen sampai kripton
  • Gunakan tabel periodik untuk mendapatkan nomor atom yang berarti banyaknya jumlah elektron.
  • Isilah orbital-orbital dengan urutan 1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p sampai elektron-elektron selesai terisi. Cermatilah keteraturan pada orbital 3d ! Isilah orbital p dan d dengan elektron tunggal sebisa mungkin sebelum berpasangan.
  • Ingat bahwa kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron yang tidak sesuai dengan keteraturan.
Menuliskan struktur elektron elemen-elemen “besar” pada blok s dan p
Pertama kita berusaha untuk mengetahui jumlah elektron terluar. Jumlah elektron terluar sama dengan nomor golongan. Sebagai contoh, seluruh elemen pada golongan 3 memiliki 3 elektron pada level terluar. Lalu masukkan elektron-elektron tersebut ke orbital s dan p. Pada level orbital ke berapa ? Hitunglah periode pada tabel periodik.
Sebagai contoh, Yodium berada pada golongan 7 dan oleh karenanya memiliki 7 elektron terluar. Yodium berada pada periode 5 dan oleh karenanya elekton mengisi pada orbital 5s dan 5p. Jadi, Yodium memiliki konfigurasi elektron terluar 5s25px25py25pz 1.
Bagaimana dengan konfigurasi elektron di dalamnya ? Level 1, 2, dan 3 telah terlebih dahulu terisi penuh, dan sisanya tinggal 4s, 4p, dan 4d. Sehingga konfigurasi seluruhnya adalah
 : 1s22s22p63s23p63d104s 24p64d105s25px25p y25pz1.
Jikalau kita telah menyelesaikannya, hitunglah kembali jumlah seluruh elektron yang ada apakah sama dengan nomor atom.
Contoh yang kedua, Barium , berada pada golongan 2 dan memiliki 2 elektron terluar. Barium berada pada periode keenam. Oleh karenanya, Barium memilki konfigurasi elektron terluar 6s2.
Konfigurasi keseluruhannya adalah : 1s22s22p63s23p63d104s 24p64d105s25p66s2.
Kita mungkin akan terjebak untuk mengisi orbital 5d10 tetapi ingatlah bahwa orbital d selalu diisi setelah orbital s pada level selanjutnya terisi. Sehingga orbital 5d diisi setelah 6s dan 3d diisi setelah 4s.

Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Golongan Dalam Sistem Periodik

Konfigurasi elektron sangat erat hubungannya dengan system periodik unsur. Seperti telah kalian ketahui bahwa sifat-sifat unsure sangat tergantung pada jumlah elektron valensinya. Jika jumlah elektron luar yang mengisi orbital dalam subkulit sama dengan bilangan kuantum utama (n), maka atom unsur tersebut pasti terletak pada golongan yang sama (selain yang berbentuk ion). Sedangkan nilai n (bilangan kuantum utama) yang terbesar menunjuk nomor periode unsur tersebut dalam sistem periodic unsur. Misal konfigurasi elektron unsur K sebagai berikut:
19K : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1.
Nilai n terbesar adalah 4, maka K menempati periode 4.
Untuk menentukan golongan unsur dalam sistem periodic berdasarkan konfigurasi elektron, perlu dilihat pada jenis dan jumlah elektron terluar yang menempati kulit yang sama.
1)2 Golongan utama (Golongan A), pada golongan ini electron valensi menempati subkulit s atau subkulit s dan p.
2) Golongan transisi (Golongan B), pada golongan ini electron valensi menempati subkulit s dan d.
3) Untuk lantanida dan aktinida, elektron valensi menempati subkulit s dan f. Tapi jumlahnya tidak menentukan golongan, karena lantanida dan aktinida tidak mempunyai golongan.
 Jika pengamatan kalian pada kegiatan mandiri benar, maka akan diketahui adanya hubungan antara konfigurasi electron atom unsur-unsur dengan sistem periodik, baik mengenai golongan maupun periodenya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem periodik dapat digunakan untuk meramalkan konfigurasi elektron atom unsur-unsur.
Pembagian unsur-unsur menurut blok pd, dan f
Tabel : Hubungan antara Elektron Valensi dan Golongan dalam Sistem Periodik

Berdasarkan kesamaan konfigurasi elektron, terluar dapat dikelompokan unsur-unsur tersebut dalam blok berikut.
  1. Blok s. Unsur yang mempunyai konfigurasi elektron terluar pada orbital s terletak pada golongan IA dan IIA, kecuali unsure H dan He,Unsur-unsur ini merupakan logam yang reaktif. Misal konfigurasi elektron terluar adalah ns1 maka unsure tersebut terletak pada golongan IA. jika ns2  terletak pada golongan IIA. kecuali 1s2 golongan VIII A karena kulit ke 1  sudah terisi penuh elektron 
  2. Blok p. Unsur yang mempunyai konfigurasi elektron terluar pada orbital p, terdapat dalam golongan IIIA, IVA, VA, VIA, VIIA, dan VIII. Golongan unsur-unsur ini meliputi logam, metaloid, dan non logam. Misal konfigurasi elektron terluar adalah npy, maka unsure tersebut terletak pada golongan (2 + y)A.
  3. Blok d. Konfigurasi elektron terluar d terdapat dalam unsur- unsur transisi, yaitu golongan IIIB, IVB, VB, VIB, VIIB, VIIIB, IB, dan IIB.  Sudah kalian tahu bahwa orbital d terisi penuh dengan 10 elektron hal ini sesuaidengan jumlah jari kita. jika satu jari Gol IIIB, 2 jari IVB dan 3 jari gol VB  maka jari ke 6,7dan 8 gol VIIB bisa dilanjutkan dengan 9 jari IB dan 10 jari IB
  4. Blok f . Blok f merupakan golongan unsur lantanida dan aktinida. Golongan ini disebut juga golongan transisi dalam.

BENTUK ORBITAL

Bentuk orbital ditentukan oleh subkulit dari elektron atau ditentukan bilangan kuantum azimutnya. Jadi, apabila suatu elektron memiliki bilangan kuantum azimut sama, maka bentuk orbitalnya juga sama, sehingga yang membedakan hanyalah tingkat energinya. Dengan memahami uraian berikut, akan diketahui bentuk orbital s, p, d, dan f.
a. Orbital s
Orbital yang paling sederhana adalah orbital s. Setiap subkulit s terdiri atas 1 buah orbital yang berisi 2 elektron. Orbital s berbentuk bola simetri yang menunjukkan bahwa electron memiliki kerapatan yang sama, jika jarak dari inti atom juga sama. Semakin jauh letak elektron dari inti atom, kerapatannya semakin rendah. Nilai bilangan kuantum utama suatu orbital memengaruhi ukuran orbital. Semakin besar nilai bilangan kuantum utama, ukuran orbitalnya juga semakin besar.
b. Orbital p
Bentuk orbital p seperti balon terpilin. Kepadatan elektron tidak tersebar merata, melainkan terkonsentrasi dalam dua daerah yang terbagi sama besar dan terletak pada dua sisi berhadapan dari inti yang terletak di tengah.
Subkulit p terdiri atas 3 orbital, tiap orbital mempunyai bentuk yang sama. Perbedaan ketiga orbital terletak pada arah, di mana terkonsentrasinya kepadatan elektron. Biasanya orbital p digambarkan menggunakan satu kumpulan sumbu x, y, dan z, sehingga diberi tanda px, py dan pz.
c. Orbital d dan f
Setiap subkulit d terdiri atas 5 orbital dengan bentuk kelima orbital yang tidak sama. Orientasi orbital d dilambangkan dengan dxy, dxz, dyz, dx2-y2 dan dz2.
Empat orbital mempunyai bentuk yang sama dan setiap orbital mempunyai 4“lobe” kepadatan elektron. Adapun perbedaannya terletak pada arah berkumpulnya kepadatan elektron. Sementara itu, satu orbital lagi mempunyai bentuk berbeda, tetapi memiliki energi yang sama dengan keempat orbital d lainnya.
Orbital f mempunyai bentuk orbital yang lebih rumit dan lebih kompleks daripada orbital d. Setiap subkulit f mempunyai 7 orbital dengan energi yang setara. Orbital ini hanya digunakan untuk unsur-unsur transisi yang letaknya lebih dalam.

Sunday, June 28, 2020

SATUAN KONSENTRASI

Tujuan Pembelajaran :
Mengungkapkan konsentrasi komponen larutan menggunakan fraksi mol dan molalitas

    Sifat-sifat larutan berbeda dari sifat-sifat zat terlarut atau pelarut murni. Banyak sifat larutan tergantung pada identitas kimia zat terlarut. Dibandingkan dengan air murni, larutan hidrogen klorida lebih asam, larutan amonia lebih basa, larutan natrium klorida lebih padat, dan larutan sukrosa lebih kental. Namun, ada beberapa sifat larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi total spesies terlarut, terlepas dari identitasnya. Sifat koligatif ini termasuk penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, depresi titik beku, dan tekanan osmotik. Set kecil properti ini sangat penting bagi banyak fenomena alam dan aplikasi teknologi, seperti yang akan dijelaskan dalam bahasan  ini.

KONSETRASI 
Konsentrasi didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam setiap satuan larutan atau pelarut.
Berdasarkan jumlah zat terlarut dan pelarutnya, konsentrasi larutan dibagi menjadi dua  yaitu:
  1. Konsentrasi larutan akan tinggi (larutan pekat) bila zat terlarutnya banyak, sedangkan pelarutnya sedikit.
  2. Konsentrasi larutan akan rendah (larutan encer) bila zat terlarutnya sedikit, sedangkan pelarutnya banyak.
Pada umumnya konsentrasi dinyatakan dalam satuan fisik, yaitu:
  1. Persen Volume (%V/V), menyatakan jumlah volume (liter) zat terlarut dalam 100 liter larutan.
  2. Persen Massa (%W/W), menyatakan jumlah massa (gram) zat terlarut dalam 100 gram larutan.
  3. Persen Berat-Volume (%W/V).
  4. Ppm (parts per million), miligram zat terlarut dalam satu mililiter larutan, bagian per sejuta.
  5. Ppb (parts per billion), bagian per miliar.


Selain itu, konsentrasi juga dapat dinyatakan dalam satuan kimia yaitu:


A. FRAKSI MOL , MOLALITAS dan MOLARITAS

A.1  Fraksi Mol 
adalah ukuran konsentrasi larutan  yang menyatakan perbandingan jumlah mol sebagian zat terhadap jumlah mol total komponen larutan
Fraksi mol disimbolkan dengan huruf kapital X, menyatakan banyaknya bagian mol suatu komponen zat dalam suatu campuran atau larutan. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
%% X_{suatu \space zat} = \frac{mol\space suatu \space zat}{mol \space total \space komponen \space dalam \space larutan} %%
Jika suatu campuran tersusun atas zat A, zat B, dan zat C
Fraksi mol A : 

Larutan merupakan suatu campuran yang homogen yang komponennya terdiri atas zat terlarut dan pelarut, Maka kita bisa menetukan fraksi mol dari komponen komponen tersebut

Hubungan antara fraksi mol zat terlarut dengan fraksi mol pelarut adalah sebagai berikut:

Contoh Soal 

l  Sebanyak 20 gram kristal NaOH dilarutkan dalam 100 ml air. Jika NaOH mengion sempurna hitunglah fraksi mol total ion ion ( fraksi mol ion Na dan fraksi mol ion OH )


l  Berapakah fraksi mol urea dalam suatularutan yang mengandung 12 gram urea ( CO(NH2)2 ) dalam 90 gram air,

l  Tentukan fraksi mol urea Mr= 60 dalam larutan 10% 

l  Tentukan kadar larutan glukosa jikadiketahui fraksi mol glukosa sebesar 0,2


A.2 MOLALITAS 

Molalitas atau kosentrasi molal adalah ukuran konsentrasi dari suatu zat terlarut di dalam suatu larutan. Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram (1 kg) pelarut. Secara sederhana molalitas dapat dirumuskan sebagai berikut :


atau bisa juga ditulis dalam bentuk :


 
Molalitas berbeda dengan molaritas. Molalitas menggunakan ukuran massa pelarut, sedangkan molaritas menggunakan ukuran volume larutan. Satuan umum molalitas dalam kimia yaitu mol/kg atau molal. Molalitas digunakan untuk mempelajari sifat – sifat koligatif larutan yaitu tentang kenaikkan titik didh dan penurunan titik beku.

Keterangan
m = molalitas (mol/kg)
g = gram zat terlarut (g)
Mm = massa molar zat (g/mol)
P = massa zat pelarut (g)

Contoh perhitungan molalitas larutan:

  • Misakan 10 gram natrium hidroksida (NaOH) dilarutkan dalam 2 kg air. Massa molekul relatif NaOH adalah 40. Molalitas larutan tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. 
           Jumlah mol NaOH, n = gram/Mr = 10/40 = 0,25 mol
            Molalitas larutan, m = n/P = 0,25/2 = 0,125 molal
            Jadi molalitas larutan NaOH tersebut adalah 0,125 molal
     

l  Larutan 6 gr urea dalam 200 ml air dicampur dengan 12 gram urea dalam 300 ml air hitunglah kemolalan sebelum dan sesudah dicampur


sekarang kerjakan latihan dibawah ini

  1.     Ke dalam10 ml larutan NaOH yg kadarnya 42% massa dan massa jenisnya 1,2 g/ml dimasukkan 493,04 ml air. Tentukan molalitas larutan

  2.     Larutan asam benzoat 5 M molalitasnya adalah 8,33 m. Tentukan massa jenis larutan asam benzoat ttersebut

  3.     Larutan A adalah larutan MgCl2 2 m dan larutan B adalah larutan MgCl2 6 m. Jika 714 gr larutan A dicampur dengan 628 gram larutan b. Hitung molalitas larutan campuran yg terbentuk


Hubungan Molalitas dengan Persen massa


    Persen massa adalah satuan konsentrasi yang biasa digunakan dalam larutan kimia. Contohnya larutan yang bisa kita temukan sehari-hari yaitu larutan alkohol 75% dan larutan asam cuka 24%. Persen massa adalah jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram massa larutan. Persamaan yang menunjukkan perhitungan persen massa adalah sebagai berikut :

A.3 Molaritas 

Molaritas biasa disimbolkan dengan huruf M. Molaritas atau konsentrasi molar menyatakan jumlah mol suatu zat terlarut dalam 1 liter larutan (1000 mililiter) larutan atau jumlah milimol dalam 1 mL larutan. Molaritas dapat dirumuskan:
atau bisa juga ditulis

Dengan kita mengatahui molaritas suatu larutan, kita dapat menentukan jumlah mol zat terlarut yang diinginkan dengan cara mengukur volume dengan tepat.

Molaritas suatu larutan dapat berubah jika dilakukan :

  1. Pengenceran, merupakan penambahan zat terlarut ke dalam suatu larutan sehingga konsentrasi larutan menjadi lebih kecil. Pada pengenceran, jumlah mol zat terlarut tetap, akan tetapi volume bertambah. Pada pengenceran berlaku rumus sebagai berikut:
  2. Pencampuran Larutan Sejenis dengan Konsentrasi Berbeda, jika dua atau lebih yang sama tetapi konsentrasinya berbeda dicampur, maka kemolaran campurannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
kalian perhatikan simulasi dibawah ini 

Hubungan Molalitas dengan Molaritas 
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan. Molaritas dapat dikonversikan menjadi molalitas dengan merubah volume larutan menjadi massa larutan. Pengubahan volume menjadi massa membutuhkan data massa jenis larutan (p), yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

 Untuk Lebih jelasnya kalian mempelajari konsentrasi kalian bisa simak video di bawah ini













TATA NAMA ALKANA